Tak Ber-uang Tak Boleh Sakit
Masih teringat kita pada headline berita yang sudah lampau
mengenai seorang bayi yang terkena flu akhirnya meninggal karena terlambat
mendapat pertolongan PICU ( Pediatric Intensive Care Unit), sebuah layanan di
rumah sakit yang ditujukan khusus untuk perawatan intensive anak usia 28 hari –
14 tahun. Kasus lain yang mungkin masih terjadi namun jarang ter-ekspos yaitu
tentang modus rumah sakit untuk menolak pasien BPJS atau JKN dengan dalih
ruangan penuh. Hal-hal yang telah saya sampaikan diatas hanyalah segelintir
kasus yang sedikit tersingkap dari selimut yang menyelubunginya.
Berbicara tentang BPJS sebenarnya masih
terlalu banyak kasus-kasus lain yang membuat citra BPJS menjadi buruk. Contoh
real yang sering terjadi yaitu ketika seseorang sedang merasakan
ketidaknyamanan pada tubuhnya, umumnya dia akan memeriksakan diri ke fasilitas
layanan kesehatan seperti puskesmas atau rumah sakit. Namun, uniknya ketika
pada bagian administrasi seseorang lebih condong untuk melakukan pembayaran
secara umum ketimbang menggunakan karu JKN atau BPJS yang mereka miliki.
Mengapa bisa terjadi hal seperti ini salah satunya yaitu karena dia hanya ingin
mendapatkan pelayanan yang lebih baik dan paten (katanya). Namun apakah
anggapan seperti ini selamanya benar? Nyatanya tidak juga. Masih banyak Faskes
lain yang tetap memberikan pelayanan terbaik mereka pada pasien pengguna JKN
atau BPJS. Lalu, siapakah yang seharusnya bertanggung jawab atas kasus diatas?
Pada pasal 63 ayat (4) Peraturan BPJS 1/2014
menyebutkan bahwa Faskes yang tidak bekerja sama dengan BPJS Keshatan harus
segera merujuk ke fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan
setelah keadaan daruratnya teratasi dan pasien dalam kondisi dapat dipindahkan.
Dengan adanya pasal tersebut berarti sebenarnya rumah sakit meskipun tidak ada
kerja sama dengan BPJS mesti harus menangani pasien walaupun sekedar
menyelamatkan dan memberi perawatan pasien dalam keadaan darurat dan setelah
melewati masa darurat, rumah sakit boleh merujuk pasien ke rumah sakit lain
yang menjalin kerja sama dengan BPJS. Pada pasal 47 ayat (1) Peraturan BPJS
Kesehatan No.1 Taun 2014 menyebutkan, setiap peserta jaminan kesehatan berhak
memperoleh pelayanan kesehatan yang mencakup pelayanan promotif, preventiv, dan
kuratif dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai
sesuai dengan kebutuhan medis yang diperlukan.
Sehingga dari adanya peraturan yang
dibuat oleh pemerintah beserta kebijakan-kebijakan yang berlaku, diharapkan
agar setiap faskes yang ada di Indonesia senantiasa memberikan pelayanan yang
optimal dan layak maksimal pada semua lapisan pasien. Sehingga tidak ada lagi
kasus-kasus serupa di hari-hari ke depan. Mari kita semarakkan kesehatan
Indonesia sebagai langkah awal untuk membangun bangsa semakin maju ke depan.
Sehat rakyatnya sehat Indonesia.
Source:
Qorib, F. 2017. Hukumnya Rumah Sakit Menolak Pasien Gawat Darurat. www.Hukumonline.com/berita/baca/lt59bbd67fcec9a/hukumnya-rumah-sakit-menolak-pasien-gawat-darurat.
Diakses pada 05 Januari 2018 pukul 23.15 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar